Aku duduk di halaman belakang rumah nenek. Sambil membawa sebuah buku kecil berwarna coklat tua. Buku itu aku dapatkan seminggu yang lalu. Tepat sehari sebelum nenekku meninggalkan kami semua untuk selamanya. Aku belum berani membuka buku yang nenek amanatkan kepadaku. Aku hanya membolak balik buku yang terlihat masih bagus itu. Terlihat sebuah kunci gembok kecil di bagian samping. Akupun merogoh kantung jaketku untuk menemukan kunci dari gembok itu. Pelan pelan aku coba membukanya.
Tiba-tiba sepucuk surat jatuh dari sela-sela buku. Surat berwarna krem, yang hanya bertuliskan “untuk cucuku Alma” surat yang di tulis dengan tinta hitam pekat itu tampak baru saja di tulis oleh nenek. Ya nenek memang seorang penulis. Bahkan Beliau pernah menerbitkan sebuah novel. Dan Beliau adalah salah satu anggota Jurnalis pada jamannya.
Aku mulai membuka buku itu, yang tak lain adalah buku diari millik nenek. Aku membuka halaman demi halaman. Aku hanya menemukan sebuah foto, foto seorang gadis berambut panjang terurai sebahu. Ia mengenakan sebuah kaun cantik berwarna merah muda. Di bawahnya terlihat sebuah nama dan tanda tangan sang pemilik yang tak bukan adalah nenekkku. Elmaera Ratih Wijaya. Itu adalah nama nenekku. Nenek dari mummy. Aku adalah cucu pertama. Dan karena mummy adalah anak tunggal.
Aku binggung. Membolak balik buku itu. Namun tak menemukan tulisan apapun di dalamnya. Semua bersih dan rapi. Tiba-tiba ada sepucuk foto yang kembali jatuh dari sela sela buku itu. Ini adalah foto gadis itu dengan seorang laki-laki mungkin laki laki itu adalah kakekku waktu masih muda dulu. Di balik foto itu tertulis tanggal 26 Mei 1962. Aku ingat-ingat lagi berarti itu ketika nenek berusia 17 tahun. Di bagian paling belakang tertulis dengan rapi .
Buku ini segaja aku coba menulisnya dengan tinta bawang agar tidak ada yang pernah mengetahui apa yang ada di dalamnya.
Ratih.
Wow. Aku terperangah melihat tulisan itu. Setertutupnya kah nenek terhadap semua masalah yang di alaminya ? aku pernah mengetahui bahwa tulisan tinta bawang dapat di baca dengan cara di panaskan di atas api, atau di rendam menggunakan air. Aku bergegas mengambil lillin di ruang makan dan segera membawnya ke teras tempat aku duduk tadi. Aku menyalakan lilin tersebut. Dan mulai memanaskan kertas pada halaman pertama.
Great , kertas yang tadinya putih bersih pelan pelan muncul sebuah tulisan latin yang rapi. Dan akupun memanaskan semua kertas kertas itu secara perlahan. Semua tulisan akhirnya muncul. Namun hanya beberapa halaman yang terisi. Akupun mulai membacanya.
18 Mei 1962
Hai. Namaku Elmaera Ratih Wijaya. Hari ini usiaku genap 17 tahun. Aku senang sekali daddy memberiku buku cantik ini sebagai hadiah. Buku ini khusus daddy pesan dari salah satu temannya di Belanda. Bagus ya ? Daddy memang tahu benar bahwa aku suka menulis. Terima kasih daddy. Oh ya mummy memberiku gaun merah muda yang cantik. Liat aku berfoto dengan gaun itu. Aku terlihat cantik ya di usiaku yang mulai beranjak dewasa. Aku senang sekali daddy dan mummy sangat memperhatikan aku.
Aku berjanji akan merawat buku ini dengan baik. Dan aku akan menullis semua yang aku alami di dalam buku ini. Aku sengaja menulisnya menggunakan tinta bawang. Agar mummy tak lagi mengintip apa saja yang aku tulis. Hahahaa..
Ratih.
19 Mei 1962
Dear diary, hari ini aku sangat senang sekali. Ketika aku sedang bermain di taman aku betemu dengan sahabat baru. Aku gugup bertemu dengannya. Dia adalah anak pak darman tukang kebun daddy. Tadi dia membantuku memetik bunga mawar yang ada di kebun. Dia sangat baik. Sayang aku belum sempat menanyakan namanya. Karena tadi tiba-tiba mummy mengajakku untuk di ajarkan menjahit. Akupun meninggalkannya dengan bunga mawar yang susah payah dia petikkan untukku. Besok aku akan kembali lagi ke taman. Aku ingin bertemu lagi dengannya. Dan mengenalnya lebih jauh.
Ratih.
20 Mei 1962
Hari ini aku pergi ke taman lagi. Tapi sayang aku tak menemukan dia. Pasti dia sedang membantu ayahnya pak darman di kebun daddy yang lain. Tapi aku senang hari ini aku bermain bersama Jasmine. Sahabatku dari Belanda. Dia mengajarkannku menyulam. Dia sangat mahir sekali. Bahkan lebih mahir dari mummy. Dia mengajarkanku membuat sebuah bandana cantik berwarna kuning. Aku akan selalu menyimpannya. Oh ya aku juga bercerita kepada Jasmine, bahwa aku menemukan teman baru. Dia tertarik jjuga untuk mengetahuinya. Dan membantuku untuk menemuinya esok lusa. Jasmine memang baik hati.
Ratih.
22 Mei 1962
Aku dan Jasmine pergi ke taman. Kami pamit untuk mencarikan bunga mawar untuk mummynya Jasmine. Sampainya di taman kami duduk di kursi panjang dekat dengan tanaman mawar. Tapi niat kami adalah untuk bertemu dengan anak pak darman. Hahaha aku telah membohongi mummy. Maafkan aku ya mummy.
Setelah lama kami menunggu. Akhirnya dia lewat di samping taman. Jasminepun yang memanggilnya. “hei kamu. Ke sini “ teriaknya. Aku tak berani melakukan hal itu. Karena aku sudah gugup melihat wajahnya yang tampan. Diapun menemui kami. Tutur katanya yang sangat sopan membuatku semakin gugup. “ tolong ambilkan kami bunga mawar yang di sebelah sana ya ! “ perintah Jasmine kepadanya. Akupun melirik melihat Jasmine yang begitu polosnya menyuruh nyuruh dia. Padahal aku yang lebih dulu mengetahuinya sama sekali tak berani. Aku memang pengecut.
“namamu siapa ?” tanyaku kepadanya dengan pelan, kerena akku memang gugup dan sangat gugup.
“nama saya Jatmiko non, ini bunganya. “ katanya sambil menyerahkan benerapa tangkai bunga mawar yang telah di petiknya untukku dan jasmine.
Tau tidak ? dia menatapku. Aku sangat senang sekali melihat matanya yang tajam dan bersinar itu. Dia beranjak pergi dan aku pun memanggilnya.
“Jatmiko, besok tolong petikkan bunga untukku lagi ya ? “ pesanku padanya. Sambil tersenyum.
Aku sangat senang sekali. Jasminepun menggodaku terus menerus.
Ratih.
23 Mei 1962
Aku mengenakan bajuku yang paling bagus. Hari ini aku menemui Jatmiko lagi di taman. Aku memakai parfum melati yang biasa di pakai mummy. Mungkin aku sekarang sudah benar benar dewasa. Aku senang sekali. Apa ini yang di sebut cinta ya ?? Tapi hari ini aku terpaksa pergi sendiri karena Jasmine harus mengikuti kursus memasak. Tak apa sih, yang penting aku bisa bertemu dengan Jatmiko.
Tadi setelah sampai di kebun. Aku memintanya untuk menemaniku ke perkebunan milik daddy. Perkebunan milik daddy sangat luas. Sehingga aku tak pernah tau apa saja yang di tanam di kebun itu. aku jalan jalan berdua dengan Jatmiko. Aku selalu tersenyum melihatnya. Dia memetikkanku buah apel dari perkebunan. Apelnya sangat manis. Seperti yang menemaniku. Hahahaa. Kami duduk berdua di bawah pohon. Aku banyak bertanya tentangnya. Ya ternyata rumahnya juga dekat dengan perkebunan daddy. Dia berencana akan mengajakku ke rumahnya. Tapi aku tak boleh bilang kepada siapapun. Apalagi kepada daddy. Karena dia takut aku akan di marahi oleh daddy. Setelah lama berbincang bincang dia mengantarku kembali ke halaman rumahku. Dia berjalan beberapa langkah lebih belakang dari langkahku. Mungkin dia takut daddy mengetahui pertemanan kami. Tapi aku sangat senanng sekali hari ini. Aku juga membawakan apel untuk mummy, aku akan mencoba menbuat pie apel sendiri.
Ratih.
24 Mei 1962
Hari ini aku mencoba membuat pie apel, aku di temani beberapa bibi, karena mummy pergi bersama daddy ke luar kota. Itu berarti aku bebas. Setelah selesai membuat pie apel. Aku membawanya ke kamar. Aku masukkan ke dalam kotak kecil. Dan menatanya dengan rapi.
Akupun berdandan di kamar. Memasang anting kecil yang mummy belikan kepadaku kemarin. Anting itu nampak sangat cantik. Akupun bergegas pergi ke taman lagi. Kali ini ada beberapa penjaga taman yang menanyaiku. Aku bilang hanya ingin jalan jalan. Mereka malah mengikutiku. Akhirnya akupun marah dan mengancamnya akan aku laporkan kepada daddy. Merekapun pergi meninggalkanku dan membiarkanku berjalan jalan sendiri. hahaha. Mereka tak tau bahwa hari ini aku akan menemui Jatmiko di taman timur.
Setelah tadi aku sampai di taman timur. Aku belum melihat Jatmiko di situ. Akupun menunggunya cukup lama. Tiba tiba dari sampingku muncul bunga mawar putih di susul uluran tangan yang sangat tulus. Aku menengok ke belakang. Ternyata itu Jatmiko. Dia memetikkanku bunga mawar putih kesukaanku. Aku menerimanya dengan senang hati. Kami berduapun ngobrol ngobrol di bawah pohon itu. dia mengajakku untuk ke rumahnya. Kamipun jalan berdua. Sepanjang jalan dia bercerita tentang perkebunan daddy. Padahal aku tak tau menau tentang perkebunan.
Aku melihat gubuk kecil yang besarnya tak lebih dari kamar tidurku. Aku masuk ke dalamnya. Terlihat seorang wanita tua yang sedang duduk di depan tungku memasak. Tak lain itu mummynya Jatmiko. Tapi dia membahasakan mummy adalah ibu. Aku jadi tak nyaman memanggilnya. Ibunya Jatmiko menyuruhku duduk di kursi kecil beralaskan bantal yang nampaknya sudah sangat di persiapkan. Dengan malu malu aku menyerahkan pie apel buatannkku kepada ibu. Ibu terlihat sangat senang menerimanya. Dan segera menatanya di atas piring kaleng yang ada di atas rak. Ternyata ibunya Jatmiko telah mempersiapkan makan siang untukku. Kami makan bersama, tapi tak di temani pak Darman –ayah Jatmiko- yang masi bekerja di kebun daddy. Aku senang sekali. Sesekali ibunya Jatmiko memujiku. Dia bilang gaunku bagus, dan anting kecilku sangat cantik. Akupun tersenyum melihat pujian dari ibunya orang yang aku rasa aku cintai.
Setelah selesai makan. Aku pamit untuk pulang. Karna aku mempunyai janji dengan Jasmine. Dia akan mengajarkankku membuat pancake. Jatmiko seperti biasa mengantarkanku sampai halaman. Aku senang sekali.
Ratih.
25 Mei 1962.
Aku berharap akan bertemu lagi dengan Jatmiko. Tapi ternyata hanya harapan kosong. Jatmiko tak aku temui di taman timur. Aku mendapat surat dari salah satu bibi yang bekerja kepadaku. Ini isi suratnya.
Teruntuk Ratih.
Maaf hari ini aku tak bisa ke taman. Ayah memperingatkanku untuk menjauhi kamu. Aku dan kamu berbeda. Maaf Ratih. Besok aku akan bertemu denganmu di taman utara. Tempat banyak bunga lili di sana. Aku tunggu jam 3 sore.
Jatmiko.
Semoga besok aku bisa menemuinya.
Ratih.
26 Mei 1962.
Tadi aku menemui Jatmiko. Di temani oleh Jasmine. Jasmine sedang mencoba bermain dengan kamera barunya. Kami foto foto di kebun lili. Karena kami jarang sekali main di situ.
Jam 3 tepat Jatmiko datang. Aku sangat senang melihat lagi senyumnya. Senyum orang yang aku cintai. Oh ya saat aku sedang mengobrol dengan Jatmiko. Jasmine memotret kami berdua. Hahahaa. Foto itu akan aku simpan selamanya. Bagus ya fotonya ?? tak banyak yang kami bicarakan. Kami berbicara tentang hubungan kami. Ternyata Jatmiko juga mencintaiku. Aku sangat bahagia. Tapii aku dan Jatmiko berbeda. Ayah Jatmiko melarangnya untuk mendekatiku. Aku tak tau harus bagaimana. Apa salah kami apabila saling cinta ?
Ratih.
27 Mei 1962.
Hari ini aku dan Jasmine pergi ke Kebun lili, tempat kemarin aku bertemu dengan Jatmiko. Tapi aku tak melihat dia ada di sana. Mungkin dia sedang sibuk.
Oh ya hari ini mummy mengajakku berbincang bincang. Mummy ternyata mengetahui perasaanku kepada Jatmiko. Aku malu. Mummy menyarankanku agar aku tidak dekat dekat dengannya lagi, karena mummy takut daddy akan memarahiku habis habisan apabila tau ini semua.
Ratih.
30 Mei 1962.
Kemarin aku tak menulis di sini. Karena aku di haruskan pergi ke luar kota ikut daddy bertemu relasi bisnisnya. Aku kaget ternyata mereka menjodohkanku dengan anak relasi daddy. Namanya Roy. Aku tak suka dengannya. Dia angkuh. Walaupun dia adalah seorang dokter muda. Aku tak suka. Aku tak suka di jodohkan. Aku berhak menentukan siapa yang harus aku cinta.
Ratih.
1 Juni 1962.
Gawat daddy mengetahui hubunganku dengan Jatmiko. Daddy tau karena ada salah satu tukang kebun yang bercerita padanya. Aku di marah marahi habis habisan oleh daddy. Daddy mengancamku untuk di pindahkan ke luar kota apabila aku melanggar perintah daddy. Tak hanya itu, daddy juga mengancam akan memecat Pak Darman ayah Jatmiko. Aku sedih sangat sedih. Aku bercerita kepada Jasmine. Tapi diapun tak bisa berbuat apa apa untukku. Mungkin mummy. Ya mummy, tapi apakah mummy akan mengerti aku ??
Ratih.
3 Juni 1962.
Setelah kemarin aku meminta pendapat mummy, mummypun tak setuju hubunganku dengan Jatmiko. Mummy mau aku menuruti apa kata daddy. Dan aku harus menikah dengan Roy secepatnya. Aku tak mau. Aku menceritakan itu semua kepada Jatmiko lewat surat. Tapi dia belum membalasnya sampai sekarang. Apakah Jatmiko juga menyerah pada kenyataan ?
Ratih.
4 Juni 1962.
Hari ini aku menerima balasan surat dari Jatmiko. Di isi surat tersebut dia ingin kita pergi berdua. Kabur dari rumah. Menurutku itu ide yang konyol. Tapi Jatmiko meyakinkannku bahwa aku akan aman bersamanya. Akupun mulai membenahi barang barang yang aku butuhkan. Aku muak dengan makian daddy kepada Jatmiko yang sealu terngiang di telingaku. Besok aku akan pergi ke utara bersama Jatmiko.
Ratih.
5 Juni 1962.
Aku berangkat pagi pagi. Jatmiko telah menantiku di kebun utara milik daddy. Aku melihat senyumnya dan semakin yakin bahwa dia adalah kekasihku. Aku dan dia di bantu salah satu temannya yang merupakan supir angkutan sayur dari perkebunan daddy. Aku pergi bersamanya. Dan kini Jatmiko ada di sampingku ketika aku menulis ini. Aku sangat senang. Meskipun kami harus tidur di sebuah gubuk tua di pinggiran kota. Ini semua karna cinta.
Ratih.
7 Juni 1962.
Mungkin aku dan Jatmiko telah salah jalan. Maafkan aku mummy daddy. Aku kangen kalian.
Ratih.
8 Juni 1962.
Tadi ada suara pistol di dekat gubukku. Aku tak menyangka itu adalah pistol daddy yang mencariku selama berhari hari. Aku di seret untuk pulang ke rumah. Mummy menangis ketika daddy menampar pipiku. Akupun merasa sangat kesakitan. Aku tak tau Jatmiko ada di mana sekarang.
Ratih.
10 Juni 1962.
Aku mendengar kabar bahwa Jatmiko dan keluarganya di tahan oleh daddy. Di kurung di lorong bawah tanah dekat dengan kebun lili. Akupun berusaha untuk menengok Jatmiko atas bantuan bibi. Hari ini daddy pergi. Aku terpaksa menyuap beberapa pegawai daddy agar tak bilang kepada daddy. Akhirnya aku bertemu Jatmiko. Aku senang melihatnya lagi. Meskipun aku mellihatnya dalam keadaan tak sehat. Wajahnya babak belur seperti terkena hantaman. Begitu pula wajah pak Darman yang nampak depresi. Aku kasian kepada mereka. Aku membawakannya sedikit makanan yang telah aku pesiapkan.
Ratih.
12 Juni 1962.
Hari ini aku sakit. Entah kenapa badanku mulai tak enak. Perutku mual. Jasmine membantuku untuk minum obat. Mungkin karena aku terlalu lelah memikirkan hal ini.
Ratih.
15 Juni 1962.
Kemarin. Daddy menyeretku ke ruang tengah. Di situ terlihat sosok Jatmiko dan keluarganya. Mereka duduk bersimpuh di hadapan daddy. Mukanya ketakutan. Sebelumnya ku tak tau apa yang akan terjadi. Tapi ahh.. tiba tiba daddy mengeluarkan pistol dari sakunya. Menodongkan ke arah Jatmiko. Aku tak kuasa melihatnya. Aku memeluk Jasmine yang ada di dekatkku. Kemudian mummy yang dari tadi bersembunyi mengandengku masuk ke dalam kamar. Ketika aku akan melewati pintu. aku mendengar suara pistol itu. suara yang amat keras seperti menghantam sesuatu. Aku pingsan saat itu juga. Aku sadar ketika semua orang sudah berada di dekatku. Mummy dengan setia memegang tanganku. Aku menanyakan di mana Jatmiko. Mummy menangis. Perasaanku mulai tak karuan. Akupun ikut menangis tanpa ada kejelasan dari mulut siapapun.
Ratih.
Mungkin aku takkan bisa memiliki orang yang benar benar aku cintai.
Aku berharap Tuhan menerimanya di Surga.
Semoga kelak anak ini akan menjadi anak yang baik dan selalu mengingatkanku pada kenangan ayahnya. Jatmiko.
Ratih.
15 Februari 1963.
Sudah lama aku tak pernah menulis. Kemarin lusa, Aku melahirkan anak yang cantik. Hidungnya mengingatkanku pada Jatmiko. Anak ini benar benar lucu. Kulitnya putih seperti aku. Rambutnya keriting seperti mummy. Aku menamainya Elfa. Nama yang indah bukan ? tapi sayang tak ada Jatmiko yang mengadzaninya. Semoga tetap menjadi anak yang berbakti. Tidak seperti ibunya.
Ratih.
30 April 1963.
Lama ya aku tak pernah menulis. Aku sibuk dengan Elfa anak pertamaku. Oh ya setelah kejadian itu aku memilih tinggal dengan bibi. Aku tak lagi tinggal serumah dengan daddy dan mummy. Aku merasa tak pantas karena telah mempermalukan daddy di depan relasi relasinya. Aku beberapa kali melamar pekerjaan di menjadi salah satu jurnalis di sebuah koran harian. Aku sangat senang menulis. Aku juga mulai membuat novel bercerita serta angan angan untuk Elfa. Aku harus menghidupinya bersama bibi. Meskipun tiap minggu daddy memberiku uang untuk mencukupi kebetuhanku, aku harus bisa mandiri.
Ratih.
8 Mei 1963.
Hari ini aku mulai bekerja. Tapi aku harus bisa membagi waktu dengan Elfa. Aku tak mau terlalu banyak merepotkan bibi.
Ratih.
15 Juni 1963.
Tepat setahun setelah aku kehilangan Jatmiko. Aku belum tau di mana makam Jatmiko. Bahkan aku tak tau pasti apakah suara tembakan itu mengarah ke arah Jatmiko atau tidak. Aku masih belum tau.
Ratih.
26 Juni 1963.
Ketika aku bekerja, aku mellihat seorang kurir yang mmbawakan beberapa file dari kantor lain. Aku mengamatinya. Mukanya mirip sekali dengan Jatmiko. Namun aku tak yakin apakah itu benar benar dia atau hanya sekedar mirip ??
Ratih.
30 Juni 1963.
Aku benar benar kaget ketika melihat kurir itu. sanagt mirip dengan Jatmiko. Dari cara dia memanndangku. Tapi lagi lagi aku tak yakin. Aku menanyakan pada bagian pemasaran. Mereka bilang kalau namanya itu adalah Joko bukan Jatmiko. Aku sangat binggung. Tapi perasaanku mengatakan kalau itu adalah Jatmiko.. ??
Ratih.
3 Juli 1963.
Aku menerima sebuah surat di atas meja kerjaku
“sekarang kau tampak lebih cantik dan dewasa “
Aku tak tau siapa yang mengirimkanku surat itu karena tak ada identitas dari pengirim.
Ratih.
6 Juli 1963
Aku mulai mengamati gerak gerik kurir itu. kurir yang tak tiap hari datang. Aku sengaja melihat pergelangan tangannya. Jatmiko memiliki luka sayatan di pergelangan tangan kirinya. Dan TEPAT ! aku melihatnya sama persis. Aku memberikan sepucuk surat padanya. Semoga besok membalas.
Ratih.
7 Juli 1963.
aku mendapat balasan dari kurir itu. dia memintaku menemuinya di taman kota besok pukul 3 sore. Tepat saat aku pulang bekerja.
Ratih.
8 Juli 1963.
Hari ini aku begitu gembira dan bahagia. Aku tak menyangka perasaanku tepat. Kurir itu adalah Jatmiko. Ternyata daddy tak menembakknya. Daddy hanya memberikan teguran baginya dan menyuruhnya meninggalkan desaku. Jatmiko bercerita semua. Aku menangis di pelukannya. Memeluk ayah dari Elfa. Dia sempat menanyakannku kabar Elfa. Dia berjanji akan menjadi kepala keluarga bagiku dan Elfa. Aku terharu mendengar Janjinya. Janji yang pernah dia ucapkan lebih dari setahun yang lalu. Janji suci ikatan cinta yang ternyata berujung bahagia.
Ratih.
10 Juli 1963.
Aku pergi dengan Jatmiko dan mengendong Elfa. Aku datang menemui daddy dan mummy. Mereka sempat mengacuhkanku. Tapi aku berlutut sambil mengendong Elfa. Cucunya. Akhirnya hati daddy luluh. Dan Beliau akan menikahkanku dengan Jatmiko esok hari. Aku sanagt bahagia mendengar ucapan daddy. Aku memeluknya mencium tangan daddy sebelum nantinya aku mencium tangan Jatmiko yang akan segera menjadi imamku. Aku memeluk mummy. Mummy menangis melihat keadaanku. Beliau berusaha menenangkan dirinya sendiri. aku pun menhapuskan air matanya dengan jari jariku. Aku sangat bahagia menemukan cinta sejatiku.
Ratih.
15 Juli 1963.
Hari teramat bahagia, aku mengendong Elfa, di sampingku Jatmiko yang tersenyum memandangku. Aku tak tau dan tak pernah menyangka, dia akan berada di sisiku hingga akhir hayatku nanti. Aku dan Jatmiko resmi membentuk keluarga kecil yang bahagia. Aku berharap dia akan selalu ada untukku sampai tua nanti.
Ratih.
Di benakku hanya satu.
Cinta adalah keabadian.
Cinta adalah suci.
Dan cinta adalah pengorbanan.
Aku percaya Tuhan mengirimkan Jodoh bagi siapa saja.
Tak memandang dari mana dia berasal.
Jodoh adalah hati, bukan materi.
Jodoh adalah cinta, bukan tahta.
Jodoh adalah nurani dari dalam hati.
Elmaera Ratih Wijaya. 20 Juli 1963.
Aku terperangah membaca cerita nenek. Aku tak percaya ternyata hubungan nenek dan kakek pada mulanya sangat berat dan berliku. Mummyku –Elfa- pun tak tau cerita ini. Mungkin nenek ingin aku mempelajari ini semua. Meninggalkan keberukan serta percaya akan cinta sejati.
“Almaa..” terdengar seseorang memanggilku dari belakang. Tak lain suara serak itu adalah suara kakek –Jatmiko- . memang kakek menemani nenek ratih sampai Beliau menghembuskan nafas terakhirnya seminggu yang lalu. Akupun memeluk erat kakekku. Aku tak menyangka begitu besar perjuangan mereka terhadap cinta. Aku salut. Semoga memberikan pelajaran bagiku. Cucunya.
Nynyn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar